Al Habib Muhammad Rizieq Shihab, Lc. MA. DPMSS BAGI UMMAT MUSLIM DIWAJIBKAN UNTUK DI SHARE - ALLAHU AKBAR..! https://web.facebook.com/groups/BukuPintarHARAMMemilihPemimpinNonMuslim/ Buku Pintar HARAM Memilih Pemimpin Non-Muslim Jawaban atas: Buku 7 Dalil Umat Islam DKI dalam Memilih Gubernur dan Berbagai Syubhat seputar Keharaman Memilih Pemimpin Non-Muslim Sambutan: Al Habib Muhammad Rizieq Shihab, Lc. MA. DPMSS. Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Penyusun: As Sayyid Muhammad Hanif Alattas Ketua Umum Front Santri Indonesia (FSI) Editor: Mochammad Ramdan Samadi Desain Cover: Naufal Andhika Firdaus MARKAZ SYARIAH (MS) FRONT SANTRI INDONESIA (FSI) Email FSI: frontsantriindonesia@gmail.com ا لْ حْ مْ دْ لْلهِ رْ بْاْ لْ عْا لْمِْ يْ،ْ وْال صْ لْ ةْ وْال سْ لْ مْ عْ لْْ سْ يْدِْ اْ لْ مْ رْ سْلِْ يْ رْ سْ وْلِْ اْللهِ مْ حْ مْ دْ وْ عْ لْْ آلِْهِْ وْ صْ حْبِْهِْ أْ جْ مْعِْ يْ؛ْْ أْ مْا بْ عْ دْ :ْ قْا لْ اْلله تْ عْا لْ :ْ (Al Maidah: 51) “Mohon tidak letakan buku ini sembarangan, karena terdapat ayat Al Quran, Hadist Nabawi, dan nama-nama mulia” ~ i ~ Front Santri Indonesia - FSI SAMBUTAN Al Habib Muhammad Rizieq Shihab, Lc. MA. DPMSS. Assalamu’alaikum Wr. Wb. Buku ini sangat manfaat untuk umat, karena menyajikan jawaban tuntas soal kepemimpinan non-Muslim bagi Umat Islam. Penulisnya berhasil menguraikan persoalan secara komprehensif dan argumentatif, sehingga mampu mencabut syubhat sampai ke akar-akarnya. Penulisnya sebagai Ketua Umum Front Santri Indonesia (FSI) berhasil menunjukkan kualitas keilmuan kalangan Santri dan kemurnian perjuangan para Santri. Semoga Allah SWT memberkahi buku ini dan penulisnya serta para pembacanya yang mau mengambil i’tibar di jalan yang benar. Wallahul Muwafiq ila Aqwamith Thoriiq … Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Jakarta, 24 Rabi’ul Akhir 1438 H. 22 Januari 2017 M. ~ ii ~ Front Santri Indonesia - FSI DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN ___ i DAFTAR ISI ___ ii MUKADIMAH (ISLAM, NON-MUSLIM DAN KEPEMIMPINAN _____ 1 1. Bagaimana sesungguhnya tafsir QS. Al Maidah 51? _____ 9 Tafsiran Para Ulama terhadap Lafadz Awliya’, Terkait Kepemimpinan _____ 13 Makna Awliya’ secara Implisit _____ 28 Syubhat seputar Penafsiran Al Maidah 51 _____ 30 2. Bolehkah muslim DKI Jakarta memilih Gubernur non-Muslim? _____ 39 3. Apakah keimanan Umat Islam DKI akan hilang dengan memilih Gubernur non-Muslim? _____ 52 4. Pernahkah ada Gubernur Non-Muslim dalam sejarah Khilafah Islamiyyah? _____ 55 5. Bagaimana menentukan pilihan pemimpin (Nashbul Imam) menurut Islam Ahlusunnnah wal Jamaah? _____ 58 6. Bagaimana posisi agama Islam dalam NKRI yang berasaskan Pancasila? _____ 64 7. 21 Fakta Kebijakan dan Perilaku Ahok yang Sakiti Umat Islam; Membedah “Prestasi” yang Berhubungan dengan Umat Islam _____ 68 DAFTAR PUSTAKA _____ 88 B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m ~ 1 ~ Front Santri Indonesia - FSI MUKADIMAH ISLAM, NON-MUSLIM DAN KEPEMIMPINAN “Dan tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al Anbiya: 107) Rasulullah SAW adalah RAHMAT dari Allah SWT bagi semesta alam yang meliputi manusia, malaikat, jin, hewan dan tumbuhan, serta seluruh isi langit dan bumi. Karenanya, jika Syariat Nabi Muhammad SAW dilaksanakan dengan baik dan diterapkan sebagaimana mestinya, jangankan manusia, bahkan hewan dan tumbuhan pun tidak akan terzalimi. Salah satu bentuk rahmat yang dibawa Islam adalah ajaran untuk berbuat baik kepada seluruh B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m ~ 2 ~ Front Santri Indonesia - FSI umat manusia, tanpa melihat agama, termasuk orang-orang non-Muslim yang tidak memerangi muslimin. Allah SWT berfirman: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama, dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah: 8) Bahkan dalam hadist, dengan tegas Rasulullah SAW mengancam umatnya yang berani mengganggu kafir dzimmi (-yaitu: kafir yang hidup damai dengan muslim), bahwa kelak di hari Kiamat nanti, ia akan menjadi musuh Rasulullah SAW. Karenanya, umat beragama apapun bisa hidup aman, damai dan B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m ~ 3 ~ Front Santri Indonesia - FSI nyaman di tengah kehidupan Umat Islam, selama mereka menjadi warga yang baik dan tidak mengganggu Umat Islam. Setidaknya ada pilar-pilar toleransi yang harus menjadi patokan Umat Islam dalam menjaga keharmonisan hubungan antar umat manusia, apapun agamanya. Dan Islam telah meletakkan tidak kurang dari 10 PILAR TOLERANSI, sebagai berikut: 1. Tidak boleh ada pencampur-adukan agama Islam dengan agama lainnya. 2. Tidak boleh ada paksaan kepada siapapun untuk masuk agama Islam. 3. Kewajiban DAKWAH adalah dengan hikmah dan mauidzoh hasanah serta dialog dengan cara yang baik, tanpa melupakan kewajiban HISBAH dengan tegas, dan JIHAD dengan keras, sesuai dengan Syariat Islam. 4. Tidak ada larangan berbuat baik dan bersikap adil kepada umat agama lain. 5. Tidak ada larangan bermuamalah dalam urusan sosial ekonomi kemasyarakatan dengan orang di luar Islam. 6. Tidak ada larangan memanfaatkan tenaga non-Muslim untuk kemaslahatan Umat Islam. B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m ~ 4 ~ Front Santri Indonesia - FSI 7. Kewajiban penegakan keadilan untuk semua umat manusia. 8. Larangan berbuat zalim terhadap manusia maupun hewan dan tumbuhan. 9. Larangan mencaci maki dan mencerca serta menghina juga menodai suatu agama, termasuk mengganggu dan menghalangi ibadah umat beragama lain. 10. Kewajiban penegakan akhlak karimah, sekalipun dalam situasi perang melawan kafir. Pilar-pilar di atas secara lengkap beserta dalil penjelasannya diulas dalam buku Wawasan Kebangsaan – Menuju NKRI Bersyariah (hlm. 75-89) karya Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Dr. Habib Muhammad Rizieq Shihab, Lc. MA. DPMSS. Meski demikian, bukan berarti seorang muslim dapat melakukan apa saja untuk non-Muslim dengan dalih toleransi. Pastinya toleransi memiliki segudang batasan yang tidak boleh dilanggar oleh pemeluk agama, diantaranya tentang KEPEMIMPINAN. Baik skala negara, provinsi, kota atau kabupaten, yang tentunya memiliki posisi vital dan strategis dalam menetukan arah kebijakan pemerintahannya. B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m ~ 5 ~ Front Santri Indonesia - FSI Di sisi lain, agama menjadi salah satu faktor utama yang sangat mempengaruhi ketetapan kebijakan. Sehingga, kepemimpinan non-Muslim di daerah mayoritas muslim, akan menjadi celah pemimpin kafir untuk mengendalikan dan menguasai Umat Islam. Hal ini jelas bertentangan dengan salah satu prinsip dasar Islam, yaitu menjunjung tinggi ‘Izzatul Islam wal Muslimin, yaitu Kemuliaan Islam dan Muslimin. Allah SWT berfirman: “… dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisa: 141) Karenanya, Islam melarang umatnya untuk menjadikan non-Muslim sebagai pejabat pemerintah, pemangku kebijakan atau pemimpin. Dalam konteks ini, Al Imam As Syafi’i dalam kitabnya; Al Umm yang merupakan buku induk Madzhab Syafi’i (6/227) mengatakan: B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m ~ 6 ~ Front Santri Indonesia - FSI وَمَا يَنْبَغِيْ عِنْدِيْ لِقَاضٍ ، وَلََ لِوَالٍ مِنْ وُلََةِ الْمُسْلِمِيَْْ أَنْ يَتَّخِذَ مَوْضِعٍ يَتَفَضَّلُ بِهِ مُسْلِمًا ، وَيَنْبَغِيْ أَنْ كَاتِبًا ذِمِّيًّا ، وَلََ يَضَعُ الذِّمِّيَّ فِِ نُعْرِّفَ الْمُسْلِمِيَْْ بِأَنْ لََ يَكُوْنَ لَهُمْ حَاجَةً إِلََ غَيِْْ أَهْلِ دِيْنِهِمْ . “Bagiku (baca: Imam Syafi’i), tidak boleh seorang hakim atau pemimpin Umat Islam untuk mengangkat sekretaris dari kalangan kafir dzimmi. Dan tidak boleh pula ia meletakkan kafir dzimmi pada posisi yang lebih tinggi dari seorang muslim. Dan sepatutnya kita memberi tahu Umat Islam bahwa mereka (Umat Islam) tidak butuh kepada non-Muslim.” Meski demikian, bukan berarti kita dapat memilih pemimpin muslim dengan sembarangan dan asal-asalan. Dalam prespektif Islam, seorang pemimpin selain harus beragama Islam, juga harus memenuhi berbagai kriteria yang dapat mengantarkan kesejahteraan rakyatnya. Ibnu Kholdun dalam Mukadimah-nya yang populer (hlm. 98) menyebutkan beberapa syarat seorang pemimpin, diantaranya: B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m ~ 7 ~ Front Santri Indonesia - FSI 1. Memiliki pengetahuan luas. 2. Memenuhi kriteria ‘Adalah. (Dalam terminologi fikih, sifat ‘adalah yakni muslim yang tidak melakukan dosa besar dan tidak terus menerus melakukan dosa kecil). 3. Mampu melaksanakan tugas sebagai pemimpin. 4. Sehat fisik dan memiliki panca indra yang lengkap. Konsensus Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia di Padang Panjang (26 Januari 2009) menyebutkan bahwa memilih pemimpin beriman dan bertakwa, jujur (shiddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah) dan memperjuangkan kepentingan Umat Islam, hukumnya adalah WAJIB. Demi menyuarakan Shoutul Haq (suara kebenaran) dan memperjuangkan ‘Izzul Islam wal Muslimin, dalam risalah ini yang bernama Buku Pintar Haram Memilih Pemimpin Non-Muslim, –Insya Allah- penulis akan memperjelas dan mempertegas landasan hukum KEHARAMAN memilih pemimpin non-Muslim serta membantah berbagai kerancuan (syubhat), juga penyesatan yang dipropagandakan B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m ~ 8 ~ Front Santri Indonesia - FSI oleh kalangan liberal seputar keharaman memilih pemimpin non-Muslim, khususnya yang tertuang dalam Buku Saku 7 Dalil Umat Islam DKI dalam Memilih Gubernur, sesuai dengan jumlah bab yang tertera dalam buku tersebut dengan sedikit perubahan susunan agar substansi yang ada di dalamnya dapat sampai kepada pembaca secara sistematis dan utuh. Semoga langkah kecil ini dapat mengantarkan kami kepada Ridho Allah SWT dan senyuman Baginda Nabi Besar Muhammad SAW. Tarim, Hadhramaut, Yaman 23 Rabi’ul Akhir 1438 H/ 21 Januari 2017 M B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m ~ 9 ~ Front Santri Indonesia - FSI 1. Bagaimana sesungguhnya tafsir QS. Al Maidah 51 ? Perlu diketahui bahwa Surat Al Maidah 51 bukanlah satu-satunya ayat yang menjelaskan tentang keharaman memilih pemimpin kafir. Akan tetapi ada banyak ayat lain yang mengandung makna sama. Seperti Surat Ali Imran (28) dan (118), Al Mujadalah (22), Al Mumtahanah (1), At Taubah (71), dan masih banyak ayat lainnya. Hal ini telah disebutkan oleh Al Imam Al Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya (2/25), dan Al Imam Fakhrurrozi dalam kitabnya At Tafsir Al Kabir (8/192), dan masih banyak para Ulama lainnya. Karenanya, kesamaan makna pada ayat-ayat di atas melahirkan keseragaman tafsir hukum dan hikmah yang dapat diambil. Dalam banyak titik, penafsiran ayat-ayat di atas bisa diterapkan untuk Al Maidah 51, begitupun sebaliknya, sebagaimana dipaparkan oleh para Ulama Tafsir. Sehingga Al Maidah 51 tidak berdiri sendiri, akan tetapi ditopang, diperkuat dan dipertegas kandungan hukumnya dengan ayat-ayat yang lain. B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m ~ 10 ~ Front Santri Indonesia - FSI Lalu, bagaimana kita dapat memahami bahwa Al Maidah 51 dan ayat lainnya menunjukan keharaman memilih kafir sebagai pemimpin? Bukankah makna “awliya” adalah teman setia? Allah SWT berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maidah: 51) Al Quran tidak dapat dipahami dengan sembarangan. Karena Al Quran adalah Wahyu Ilahi B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m ~ 11 ~ Front Santri Indonesia - FSI dan Kitab Suci yang Allah SWT turunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan bahasa Arab. Sehingga, dalam memahami Al Quran, terlebih mengambil hukum yang ada di dalamnya, kita WAJIB tunduk kepada kaidah-kaidah yang telah digariskan oleh para Ulama, agar pemahaman kita sesuai dengan pemahaman Rasulullah SAW, para Sahabat Nabi dan Ulama Salaf radhiallahu’anhum ajma’in. Salah satunya adalah kaidah-kaidah yang dituangkan dalam ilmu Ushul Fikih, sebagai metodologi pengambilan hukum dari Al Quran dan As Sunnah. Kembali ke Surat Al Maidah 51, redaksi yang digunakan dalam ayat tersebut adalah ( ا ْ و ُ ذِخَّتَت َ لَ َد ْ و ُ هَيْلا وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ ). Kata ini dalam bahasa Arab disebut sebagai shigot nahyi (bentuk larangan). Sedangkan dalam ilmu Ushul Fikih, sebagaimana disebutkan oleh Al Imam Az Zarkasyi dalam kitabnya, Al Bahru Al Muhith, bentuk nahyi (larangan) pada hakikatnya menunjukkan keharaman hal yang dilarang, kecuali ada qorinah (indikator) atau dalil lain yang merubahnya dari hukum Haram menjadi Makruh, dsb. Artinya, menjadikan kafir sebagai awliya’ dalam B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m ~ 12 ~ Front Santri Indonesia - FSI Al Maidah 51 adalah terlarang, dengan kata lain adalah HARAM. Lafadz awliya’ yang menjadi objek larangan dalam Al Maidah 51, dalam bahasa Arab disebut sebagai Lafadz Nakiroh. Dan Syekhul Islam Al Imam Zakariya Al Anshori dalam kitabnya, Ghoyatul Wushul menyebutkan bahwa lafadz nakiroh yang berada dalam konteks larangan (nakiroh fi syiyaqinnahyi) menunjukkan arti umum. Maksudnya, lafadz awliya’ dalam ayat tersebut mencangkup segala bentuk Muwalah ( ُة َ لَا َ و ُ مْلا) juga Wilayah ( الْوِلََيَةُ ), baik berupa sahabat, teman setia, penolong, pemegang wewenang, pemangku amanah atau kebijakan publik, serta pemimpin. Sehingga, tidak ada yang boleh mengklaim bahwa lafadz awliya’ dibatasi cakupannya pada bentuk tertentu, seperti teman setia saja, kecuali takhsish (pembatasan cakupan lafadz) tersebut disertai dengan dalil yang absah dan diakui. Manakala dilakukan tanpa dalil, maka klaim takhsish tersebut adalah BATIL. Menjadikan ayat ini sebagai dalil keharaman memilih kafir sebagai pemimpin, pemangku wewenang dan amanat atas orang Islam telah B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m ~ 13 ~ Front Santri Indonesia - FSI dilakukan oleh para Ulama sejak generasi Sahabat dan seterusnya. Sehingga, istidlal (penggunaan ayat sebagai dalil) mereka dalam hal ini telah memperjelas kita bahwa memilih pemimpin kafir dan pemangku kebijakan serta amanah bagi muslim, masuk dalam cakupan lafadz awliya’ yang diharamkan oleh Allah SWT. TAFSIRAN PARA ULAMA TERHADAP LAFADZ AWLIYA’, TERKAIT KEPEMIMPINAN Amirul Mukminin Sayyiduna Umar bin Khattab RA menjadikan Al Maidah 51 sebagai dalil diharamkannya mengangkat kafir menjadi pejabat publik, sebagaimana yang dikutip oleh Al Imam As Suyuthi dalam tafsirnya, Ad Durr Al Mantsur fi At Tafsir bi Al Ma’tsur (3/100): شُعَبِ الِْْيْمََنِ عَنْ عِيَاضٍ : أَنَّ عُمَرَ أَمَرَ وَأَخْرَجَ ابْنُ حَاتِمٍ وَالْبَيْهَقِيُّ فِِ أَبَا مُوْسَى الَْْشْعَرِيَّ أَنْ يَرْ أَدِيْمٍ وَاحِدٍ ، فَعَ إِلَيْهِ مَا أُخِذَ وَمَا أُعْطِيَ فِِ وَكَانَ لَهُ كَاتِبٌ نَصَْْانٌِِّ ، فَرَفَعَ إِلَيْهِ ذلِكَ ، فَعَجَبَ عُمَرُ ، وَقَالَ : إِنَّ هذَا B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m ~ 14 ~ Front Santri Indonesia - FSI لَََفِيْظٌ ، هَلْ أَنْتَ قَارِئٌ لَنَا كِتَابًا فِِ الْمَسْجِدِ جَاءَ مِنَ الشَّامِ ؟ فَقَ الَ : إِنَّهُ لََ يَسْتَطِيْعُ أَنْ يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ ، قَالَ عُمَرُ : أَجُنُبٌ هُوَ ؟ قَالَ : لََ ، بَلْ نَصَْْانٌِِّ . فَانْتَهَرَنِِْ وَضَََبَ فَخْذِيْ ثُمَّ قَالَ : أَخْرِجُوْهُ ، ثُمَّ قَرَأَ : )يَا أَيَُُّّا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لََ تَتَّخِذُوْا الْ يَهُوْدَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ( الْْيَةُ . “Ibnu Abi Hatim dan Al Baihaqi meriwayatkan dalam Kitab Syu’ab Al Iman dari ‘Iyadh bahwa Khalifah Umar RA memerintahkan Abu Musa Al Asy’ari RA agar melaporkan kepadanya apa yang telah ia ambil dan ia berikan dalam satu lembar kulit. Ia (Abu Musa) ketika itu

Теги других блогов: Buku Pintar HARAM Memilih Pemimpin Non-Muslim